Selain itu, ucing harus memiliki kemampuan mengatur strategi agar tidak kehabisan energi agar ucing dapat melepaskan dirinya dari peran ucing untuk kemudian berubah menjadi pihak yang dikejar oleh ucing. Sang ucing berusaha mendayagunakan seluruh kemampuan dirinya agar dapat melepaskan diri dari peran ucing tersebut. Nih, mimin sebut dulu permainan tradisional di Sunda yang memakai kata ucing; ucing batu, ucing beling, ucing jidar, ucing sumput, ucing dongko, ucing guliweng, ucing pris, ucing kuriling, dan ucing-ucingan. Ucing bisa direpresentasikan sebagai sosok yang harus memiliki kemampuan gerak dan memahami lingkungan sekitarnya. Selain itu, pihak yang terlibat dalam permainan ini tidak dibedakan berdasarkan kelamin. Setiap anak baik perempuan mau pun laki-laki dapat bermain bersama. Posisi perempuan dan laki-laki dipandang sama, yakni sama-sama berkesempatan menjadi ucing, sama-sama berkesempatan menjadi yang dikejar ucing. Dalam konteks ini terlihat bahwa permainan ini tidak bias gender. Perempuan dan laki-laki sama posisinya. Permainan yang dalam penamaannya menggunakan kata “ucing” ialah permainan kolektif. Permainan ini tidak bisa dimainkan seorang diri. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam permainan ini maka jalannya permainan akan semakin menarik. Hal ini dapat dipandang bahwa ucing merupakan sesuatu yang direpresentasikan berkaitan dengan kolektif masyarakat.
Menjadi ucing merupakan konsekuensi yang harus ditanggung saat kalah dalam pengundian. Meskipun peran sebagai ucing kerap kali dihindari dan menjadi bahan olok-olok teman sehingga dipersepsi sebagai sesuatu yang buruk, permainan ini justru merupakan sarana pembuktian diri bagi seseorang yang berperan sebagai ucing berusaha mendayagunakan seluruh kemampuan dirinya agar dapat bangkit dari keterpurukan. Kata ucing (kucing) dalam permainan tradisional anak direpresentasikan berkaitan dengan kolektif masyarakat yang menjadi identitas lokal masyarakat Sunda. Banyaknya permainan anak yang dimulai dengan kata ucing sebagai ikon kata dalam permainan tersebut mereprestasikan bahwa kucing merupakan hewan yang terdekat dengan manusia yang berada di dalam rumah maupun di luar rumah. Karakter kucing yang lincah, lucu, baik, namun suka mencuri makanan dengan mengendap-ngendap dan mengejar-ngejar tikus merupakan simbol bahwa peran yang semestinya dalam kehidupan adalah sosok seperti kucing yang harus lincah berjuang untuk melepaskan dari keterpurukan. Hal ini berperan juga sebagai norma-norma sosial dan media pendidikan bagi anak. sumber: kebudayaan.kemdikbud
Belum ada komentar.