Kesenian Tarawangsa (3): Simbol Persembahan Sesajen

Jika palawargi datang ke tempat yang mengadakan kesenian tarawangsa secara adat leluhur atau sakral, selain mendengar alunan khas dari instrument tarawangsa tersebut, dan para penari yang trance, selain kepulan kemenyan, maka banyak sekali beberapa benda atau makanan yang tersaji di depan para pemain tarawangsa dan jentreng tersebut. Okey, kali ini kita akan membahas simbol-simbol yang ada pada kesenian tarawangsa. 

Sesajen merupakan simbol dari sebuah bentuk persembahan kepada para dewa, roh atau arwah nenek moyang, serta pengiring doa-doa agar dewa dan roh nenek moyang menerima dengan bahagia doa mereka sambil menikmati harumnya bunga dan asap kemenyan. Hal tersebut juga bertujuan agar mereka mendapatkan kelancaran dan keselamatan dalam melaksanakan upacara.

Persembahan sesajen juga merupakan suatu bentuk komunikasi manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Budaya timur zaman dahulu termasuk di Nusantara mengajarkan keseimbangan hubungan terhadap tiga hal yang sudah disebutkan pada tulisan sebelumnya. 

Banyak juga yang mengartikan, bahwa sesajen bentuk penghargaan kepada alam. Nah, jika palawargi menemukan sebuah tempat yang dikeramatkan, itu bertujuan agar sebuah tempat tersebut tidak ada yang merusak. Segala bentuk kegiatan simbolik dalam masyarakat tersebut, merupakan sebuah upaya pendekatan manusia kepada Tuhan yang telah menciptakan.

Nah, jadi tidak perlu mengernyitkan dahi ketika melihat sesajen, karena ada sebuah makna yang terkandung dari sebuah sesajen tersebut. Apalagi dari satu persatu sesajen tersebut mempunyai argumentasi atau arti tersendiri. Apa aja sih, sesajen yang ada pada ritual atau kesenial tarawangsa?

Nah, mungkin ada beberapa yang bisa kami sebutkan satu persatu; parukuyan, pakaian sesepuh laki-laki yaitu totopong dan pangsi, pakaian peribuan yaitu kebaya, samping, dan sanggul, keris, selendang lima warna, dua buah gelang kuningan dan dua buah koin, satu pasang topeng yang dipasangkan dengan dua geugeus padi ranggeuyan dan dibentuk menjadi Dewi Sri dan Dewa Wisnu (nu geulis dan nu kasep), serta yang terakhir adalah hasil bumi atau sesaji biasanya sesaji di Rancakalong sangat kumplit yaitu rurujakan (rujak nanas, rujak kelapa, rujak roti, rujak bunga ros dan sebagainya), selain rurujakan sesaji yang lain adalah bubur merah (bubur yang dicampur dengan gula merah), bubur putih (bubur yang polos hanya menggunakan garam), duwegan (kelapa yang masih muda), seupaheun (daun sirih, kapol, gambir, bah pinang, dan cengkeh), rokok, bako tampan, cerutu, bakakak( seekor ayam utuh yang di bakar, dan dalemanya di pepes), puncak manik ( nasi yang dibungkus daun pisang di atasnya di letakkan sebutir telur rebus), kopi pahit dan manis, the manis dan pahit, air putih, berbagai buah-buahan, dan berbagai makanan ringan yang terbuat dari beras atau ketan, seperti kupat (beras yang di bungkus daun kelapa lalu di kukus), leupeut (semacam lontong), tangtangagin (semacam lontong yang dibentuk segitiga), papais tipung merah dan putih ( sama beras di bungkus daun pisang namun memakai gula dan tidak), gulampok (tape ketan di bungkus daun jambu), wajit, opak, ranginang, kelepon, kolontong, angling, dan lain-lain.

Halaman Selanjutnya

Komentar

wave
  • John Doe

    Genta

    Dec 13, 2021 17:17

    Semuanya itu merupakan kesyirikan

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828