Mengenal Kesenian Tradisional Beluk di Sumedang

Suara yang khas pada salah satu kesenian buhun tersebut, itulah pembedanya. Siapa sangka, olah vokal bernada tinggi dengan ornamen meliuk mengalun meliku-liku tersebut biasa dimainkan oleh para lelaki. 

Kesenian tersebut bernama Beluk. Apakah wargi Sumedang pernah mendengar kesenian tersebut? Di Sumedang sendiri, sampai saat ini masih ada beberapa grup Seni Beluk, salah satunya di Cirangkong.

Jika di daerah wargi masih ada kesenian tersebut, silakan tulis di kolom komentar yah! Baik kita akan bahas mengenai kesenian Beluk yang ada di Sumedang.

Dalam buku Dokumentasi Potensi Budaya Sumedang, bahwa seni Beluk sudah hidup dan berkembang di Tatar Sunda sejak ratusan tahun silam, dan diperkirakan merupakan bakal seni vokal Sunda. 

Berkembangnya seni Beluk yaitu, setelah masuknya tembang wawacan dengan memanfaatkan pupuh sebagai rumpaka. Kesenian tersebut, mulanya diperkenalkan oleh Wiratanu I atau yang dikenal dengan Dalem Cikundul Cianjur, yang berasal dari Talaga Majalengka. Beliau adalah putra Wangsagoparana, salah seorang tokoh penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Wiratanu I hidup di lingkungan keraton, menjadi menantu Sultah Sepuh Cirebon. Datang ke Cianjur sekitar tahun, 1677. Wiratanu I bersama rombongan sering menghabiskan waktu di ladang pertanian. 

Menjelang istirahat, atau selesai bekerja, mereka menghibur diri atau sebagai penghilang rasa takut karena masih banyak binatang buas, mereka melagu beluk atau membaca wawacan yang dilagukan.

Sedangkan menurut tokoh budaya, yakni Aki Wangsa, seni beluk lahir dari kebiasaan saat mengolah sawah atau membajak sawah, sambil melantunkan nyanyian bernada tinggi dan meliuk-liuk.

Kesenian tradisional ini boleh dibilang sudah langka terutama untuk generasi muda yang pada zaman sekarang ini banyak disuguhi berbagai jenis kesenian moderen baik itu datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri sendiri. Akhirnya Seni Beluk ini terlupakan dan mungkin banyak yang tidak tahu.

Beluk pada hakekatnya merupakan kesenian tembang buhun (kuno) yang lebih mengutamakan tinggi rendahnya suara. Syair yang dilantunkan adalah jenis Wawacan (Carita Babad) yang dibawakan seperti kita jumpai dalam berbagai pupuh mulai dari pembukaan sampai pada penutupan seperti: Pupuh Kinanti, Asmaradana, Pucung, Dangdanggula, Balabak, Magatru, Mijil, Ladrang, dan sebagainya.

Jenis wawacan yang disampaikan juru beluk tergantung apa yang dikuasainya seperti Wawacan Ogin, Rengganis, Babar Nabi, Barjah, Amungsari, Jayalalana, Natasukma, Mahabarata, Mundinglaya, Lutung Kasarung, Ciung Wanara, dan sebagainya.

Disamping jarang bahkan tidak adanya kader penerus dan kurang atau tidak adanya pembinaan dari dinas instansi terkait khususnya Dinas Budaya dan Pariwisata, kemudian generasi sekarang kurang menguasai atau jarang mengenal pupuh dan yang paling utama adalah kemauan untuk mempelajari Beluk tersebut.

Seni Beluk memang berbeda dengan seni lainnya, tembang Beluk tanpa diiringi musik (waditra) karena seni beluk hanyalah mengutamakan kemampuan suara juru ilo yang membacakan lebih dahulu dengan langgam pupuh untuk selanjutnya diserahkan kepada juru beluk itu.

Penyajian seni Beluk biasanya dilaksanakan di dalam rumah, yang dilaksanakan pada saat kelahiran bayi, sunatan, perkawinan, syukuran bayi dan resepsi. 

Nah begitu wargi Sumedang, untuk di Sumedang sendiri tersebar dibeberapa kecamatan. Nanti mimin lanjut lagi yah. Jika di daerah wargi ada silakan tulis di kolom komentar yah.

Foto: Youtube Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Komentar

wave
  • John Doe

    Deloras

    Jun 24, 2023 17:56

    Good post however , I was wanting to know if you could write a litte more on this subject? I'd be very thankful if you could elaborate a little bit further. Thanks!

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828