Raden Aria dan kedua saudaranya, Santika serta Aria Yuda Negara Wangsakara pun pergi mengembara hingga akhirnya tiba di wilayah yang dikenal sebagai Tangerang saat ini. Raden Aria bertemu dengan Sultan Maulana Yusuf yang menjadi pemimpin Kesultanan Banten kala itu. Sultan Banten meminta Raden Aria Wangsakara untuk menjaga wilayah Tangerang yang dulu dikenal dengan nama Lengkong. Raden Aria dikenal getol menyiarkan ajaran Islam. Konon, karena hal itu, dirinya ditakuti oleh Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC. Melalui buku "Aria Wangsakara Tangerang, Imam Kesultanan Banten, Ulama Pejuang Anti Kolonialisme 1615-1681" yang ditulis Mufti Ali, Aria Wangsakara dikisahkan menjadi salah satu utusan Raja Banten, Mahmud Abdul Qodir untuk pergi bertemu dengan pemimpin di Mekah bernama Sultan Syarif Zaid bin Muhsin. Raden Aria berangkat bersama rekannya bernama Lebe Panji dan Tisnajaya. Tujuan utamanya adalah agar Banten mendapat pengakuan sebagai kesultanan Islam di tanah Jawa. Kala itu, Banten khususnya wilayah Tangerang memang dikenal sebagai wilayah penghasil rempah berupa cengkeh, pala, cendana, kasturi hingga kayu gaharu. Lantaran itu, wilayah tersebut banyak dilirik oleh para penjajah sebagai wilayah yang patut untuk dijajah. Di bawah kepemimpinan Raden Aria, rakyat Tangerang berupaya melawan penjajahan itu. Dari pertempuran itulah bibit patriotik warga Tangerang muncul. Raden Aria pun makin disegani.
Pertempuran tak henti-henti berlangsung selama tujuh bulan. Namun, warga Tangerang juga tak pernah patah arang dan memaksa Batavia untuk berunding mengakhiri peperangan yang merugikan mereka. Hingga akhirnya, mereka berhasil mempertahankan Lengkong dari Belanda. Pertempuran itu berakhir begitu ada perjanjian damai pada Juli 1659. Salah satu perjanjian itu menyepakati batas wilayah kekuasaan antara Kesultanan Banten dan Belanda yang menguasai Batavia. Salah satu pasal dari sepuluh pasal dalam perjanjian damai yang ditandatangani pada 10 Juli 1659 itu disebutkan kedua belah pihak bersepakat untuk menentukan batas wilayah Banten dan Batavia dengan tapal batas Sungai Cisadane sejak dari muara, daerah pegunungan sampai Angke-Tangerang yang jatuh ke tangan kompeni. Raden Aria Wangsakara terus berjuang hingga wafat pada 1720. Raden Aria Wangsakara dinyatakan wafat setelah berperang melawan VOC di Ciledug. Raden Aria kemudian dimakamkan di Lengkong Kyai, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang.
Belum ada komentar.