Sekilas Tentang Gerakan Nyi Aciah

Gerakan sosial yang sangat fenomenal seiring dengan dinamika politik tingkat lokal mulai muncul di Sumedang. Berbagai sumber sejarah mencatat bahwa pada tahun 1870-1871 muncul gerakan yang dikenal sebagai Gerakan Nyi Aciah yang lebih mirip sebagai gerakan keamanan. Wah makin tahu Indonesia nih.

Menurut laporan Verbaal, 30 Januari 1873, No. 33; dan surat dari Residen Priangan, 20 Januari 1871, nama Nyi Aciah sebenarnya adalah Dewi Siti Johar Manikam. Karena kesaktiannya, ia dianggap bukan manusia sembarang, melainkan putri dari “Jamadilkubra”. Kepadanya banyak orang berobat, dan sebagai hadiah ia sering menerima pelbagai hadiah sebagai tanda terima kasih.

Gerakan Nyi Aciah yang terjadi pada masa pemerintahan Bupati Sumedang Pangeran Aria Soeria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih memang tidak terlalu menonjol dalam bidang politik, tetapi kabarnya berjasa dalam mengembangkan pesantren di Sumedang dan juga kemajuan ekonomi rakyat di daerah ini.

Berbagai sumber sejarah menyebutkan bahwa masyarakat percaya bahwa Nyi Aciah adalah dukun dan “orang suci yang memiliki kesaktian.” Konon, dia akan mendatangkan kemakmuran bagi rakyat, sehingga gerakan ini disambut baik oleh rakyat di sekitar daerah Malangbong, dan termasuk beberapa tokoh agama Islam di daerah itu. Gerakan yang semakin meluas itu, kemudian melalui orang kepercayaannya yang bernama Hasan Mohammad, Nyi Aciah meminta agar para pejabat pribumi tidak mengganggu gerakannya.

Saat rombongan Nyi Aciah berkunjung ke rumah Bapa Asminem di Cibiana, Distrik Majalengka, diadakanlah pertemuan yang dihadiri juga oleh Hasan Mohamad dari daerah Urug yang mengaku sebagai salah seorang keturunan Jawa asal Bagelen. Sebelumnya, Hasan mendapat pendidikan agama di pesantren Malangbong, Garut, dan pesantren di Madiun dan Kediri di Jawa Timur. Tahun 1869 Hasan pulang ke kampungnya, Kampung Urug dan mengangkat diri sebagai ustad sekaligus dukun.

Karena pandai dalam keagamaan, penduduk menyebutnya “kiai” dan begitu menghormatinya. Hasan juga pernah beberapa kali bertapa, dan dalam tapanya jiwanya sering dikuasai roh suci yang kemudian dianggapnya sebagai “ilham”. Setiap “ilham” yang diperolehnya ia tulis sebagai “piagem”, yang kemudian dikenal sebagai “surat tobat”. Salinan “piagem” ini disebarluaskan di antara pengikutnya ketika gerakan keagamaannya mulai dilancarkan.

Halaman Selanjutnya

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828