Sekilas Tentang Masa Pemerintahan Pangeran Rangga Gede

Wargi Sumedang tahu dong daerah Panday, di Kelurahan Regol Wetan Sumedang Selatan, nah di sana terdapat Makam leluhur Sumedang, yakni Pangeran Rangga Gede (Pangeran Kusumadinata IV). Kali ini mimin akan membahas mengenai Pangeran Rangga Gede menurut beberapa sumber.

Setelah membahas Pangeran Rangga Gempol I, akan mengurut kepada Pangeran Rangga Gede, karena pada masa itu, sejak keberangkatan Rangga Gempol ke Mataram. Kerajaan Sumedang yang terbelah dua waktu itu, berhasil disatukannya lagi. 

Namun ada lagi pertikaian baru dalam lingkungan keluarga, putera Dipati Rangga Gempol yang bernama Raden Kartajiwa (Suriadiwangsa II ) merasa kecewa tidak mendapatkan warisan kekuasaan dari ayahnya. Menurut anggapannya, ialah yang seharusnya menjadi bupati, yang terjadi malah diturunkan kepada Rangga Gede. 

Plang pada makam Pangeran Rangga Gede di Panday

Kendatipun perselisihan semakin meruncing, kalangan keluarga sebenarnya mengetahui bahwa sebenarnya Raden Suriadiwangsa II tidak mempunyai hak mewarisi kekuasaan dari Pangeran Geusan Ulun karena statusnya adalah anak tiri, dan ibunya pun adalah isteri selir. Diakui, yang sesungguhnya berhak adalah Pangeran Rangga Gede karena ia adalah anak kandung dari ibunya yang permaisuri. 

Diangkatnya Dipati Rangga Gempol Kusumadinata sebagai bupati, itu karena semata-mata atas kebaikan hati Pangeran Geusan Ulun yang memperlakukan Dipati Rangga Gempol Kusumadinata sebagai anak kandung. Begitu pun, Raden Suriadiwangsa II tetap tidak mau menerima kenyataan historis ini, bahkan dia pergi ke Banten untuk meminta bantuan kepada Sultan Banten untuk merebut kekuasaan dari Pangeran Rangga Gede. 

Banten menyambut baik permintaan Raden Suriadiwangsa II dan bersedia membantu. Tentunya harapan agar daerah-daerah yang dikuasai oleh Mataram di Jawa Barat dapat direbut kembali dan masuk ke Banten. Selain itu Banten juga berharap dapat merebut juga Sumedang setelah berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran. Waktu itu malahan Sumedang memerdekakan diri. 

Kesempatan ini digunakan oleh Banten untuk menyerang lagi. Namun kali ini Banten tidak langsung menyerbu Sumedang, tapi terlebih dahulu menaklukan wilayah-wilayah Karawang, Pamanukan dan Ciasem. Maksud Banten agar daerah-daerah pantai utara ini lebih dahulu menjadi daerah taklukan Banten, agar dapat mengurung Batavia dan merebutnya. 

Sebagaimana sebelumnya, daerah Jayakarta sebagai daerah Banten pernah direbut oleh Belanda (VOC) pada tahun 1619, dan namanya diganti menjadi Batavia. Itulah sebabnya, Banten tetap ingin merebut kembali Batavia setiap saat di sisi lain, Mataram justru menganggap daerah-daerah Karawang, Pamanukan dan Ciasem tadi, sudah diklaim oleh Mataram sebagai bagian dari wilayahnya. Apalagi setelah mengetahui bahwa Raden Suriadiwangsa pergi ke Banten dan mengajak bergerak menuju daerah yang dianggap daerah taklukan Mataram. 

Sultan Agung sangat marah dan memanggil Rangga Gede ke Mataram. Sultan Agung menganggap dia tidak mampu menyelenggarakan pemerintahan. Sebagai hukuman, jabatan Rangga Gede sebagai bupati wedana diganti. Bahkan dia ditahan di Mataram. Sultan Agung kemudian mengangkat Dipati Ukur untuk memegang jabatan Bupati Wedana. 

Dipati Ukur waktu itu sedang menjabat sebagai Bupati Tatar Ukur, dia diangkat dengan syarat harus membantu Mataram dalam merebut Batavia dari tangan VOC. Sebagai langkah awal, Dipati Ukur kemudian memimpin pasukannya bersama pasukan Mataram untuk menyerang Belanda di Batavia. Serangan ini tidak berhasil karena kurangnya kerjasama dengan pasukan Mataram, sehingga gagal merebut Batavia. 

Dipati Ukur dan pasukannya terpaksa kembali ke daerahnya semula. Dia menyadari, kekalahan ini akan menyebabkan kemarahan Sultan Agung. Namun akhirnya dia memutuskan untuk lebih baik bertahan apabila Mataram menyerangnya sebagai hukuman. Dipati Ukur kemudian nekad untuk melakukan perlawanan bila Mataram bertindak. Sewaktu-waktu dia siap memberontak bila Sultan Agung marah. Ternyata Sultan Agung benar-benar mengirim pasukannya ke Priangan untuk menumpas pemberontakan Dipati Ukur pada tahun 1628. 

Awalnya serangan ini tidak berhasil menundukkan pertahanan pasukan Dipati Ukur di ibukota Ukur, dekat Gunung Lumbung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung sekarang. Sementara pecahnya pemberontakan, terhadap Mataram, mendadak Sultan Agung memerintahkan agar Pangeran Rangga Gede yang sedang ditawan, segera dibebaskan. 

Rangga Gede ditanya, apakah ia sanggup menangkap Dipati Ukur dan membawanya ke Mataram. Hal ini disanggupi oleh Rangga Gede. Pada serangan-serangan berikutnya Mataram berhasil menumpas pertahanan Dipati Ukur dan menangkapnya pada tahun 1632. Pangeran Rangga Gede menyerahkan Dipati Ukur langsung ke Mataram. Sebagai balas jasa atas kemenangan ini, Pangeran Rangga Gede diberikan penghargaan dari Sultan Agung. 

Hukumannya dibebaskan dan dia diserahi kembali jabatan Bupati Wedana Priangan. Tahun 1633 Pangeran Rangga Gede meninggal dunia. Jabatannya digantikan oleh puteranya, Raden Bagus Weruh bergelar Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata, yang dikenal dengan nama Rangga Gempol II. Dia menjadi Bupati Sumedang selama 23 tahun (1633-1656).

Sumber: Buku Sumedang Heritage

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel