Sekilas Tentang Pangeran Rangga Gempol I dan Mataram

Wargi Sumedang tentunya sudah tahu dong dipelajaran sejarah tentang Mataram, nah di Sumedang dulu sempat ada pengaruh kekuasaan Mataram, mimin akan jelaskan yah Sumedang pada masa Mataram nih, dari sumber buku. Oiya jika ada yang kurang sila tulis di kolom komentar yah wargi Sumedang.
Setelah Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608, pemerintahan dilanjutkan oleh anak tirinya yaitu Raden Aria Suriadiwangsa, karena putera kandungnya, Rangga Gede, waktu itu belum dewasa. Pada waktu itu ibu kota kerajaan dipindahkan lagi dari Dayeuh Luhur ke Tegalkalong. Semasa pemerintahan Raden Aria (1608-1624) luas wilayah kerajaan Sumedang Larang berkurang karena beberapa daerah bawahan seperti Indramayu, Karawang, Pamanukan dan Ciasem, melepaskan diri dari kekuasaan Sumedang Larang. 
Karawang, Ciasem dan Pamanukan itu bergabung dengan daerah Tatar Ukur. Sedangkan Indramayu bergabung dengan Cirebon. Dibawah Pengaruh Mataram. Salahsatu cara yang dipilih oleh Raden Aria Suriadiwangsa adalah berpihak kepada Mataram karena menganggap Mataram memiliki tali kekeluargaan dengan Raden Aria Suriadiwangsa. 
Kerajaan Mataram yang waktu itu dipimpin oleh Sultan Agung (1613-1645) setuju, sehingga terjadilah persekutuan Sumedang Larang dengan Mataram. Alasan lain adalah untuk menghindari kemungkinan serangan dari Cirebon. 
Atas langkah-langkah Pangeran Suriadiwangsa yang menjalankan politik “Prayangan” (atau “tulus-ikhlas”) ini, Mataram sangat berterimakasih kepada sang pangeran atas pengakuan adanya hegemoni Sumedang Larang atas Mataram.
Sultan Agung memberi gelar kepada Pangeran Suriadiwangsa sebagai Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata. Kemudian dipanggil dengan sebutan Rangga Gempol saja. Sejak Sumedang Larang menjadi bagian dari Mataram, wilayah bekas Sumedanglarang diganti namanya menjadi Priangan, yang berasal dari kata “Prayangan” yang berarti “tulus ikhlas”.
Setelah berada dibawah kekuasaan Mataram, status Sumedang Larang pun berubah, tidak lagi menjadi kerajaan, tapi sebagai kabupaten yang menjadi bagian dari Kesultanan Mataram. Selain itu kedudukan Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata juga tidak lagi sebagai raja, tetapi sebagai bupati. 
Wilayah-wilayah yang semula merupakan bawahan Kerajaan Sumedang Larang statusnya juga berubah menjadi kabupaten dan dipimpin oleh seorang bupati. Demikianlah, Kerajaan Sumedang Larang yang semula meliputi seluruh Tanah Priangan (Sunda) kini berubah dari kerajaan menjadi Kabupaten, dengan nama Kabupaten Sumedang, sampai hari ini. 
Dibawah kekuasaan Mataram, para bupati se-Priangan setiap tahun harus menyerahkan upeti kepada Mataram dan wajib datang menghadap Raja Mataram. Sistem pemerintahan kabupaten di wilayah Priangan juga di rubah mengikuti sistem pemerintahan kesultanan di Mataram. 
Kantor Kabupaten diharuskan membangun pendopo, harus ditata dan diperlakukan seperti keraton. Bupati harus mempunyai simbol-simbol kebesaran seperti raja serta memiliki pengawal khusus, berikut prajurit bersenjata keris, pedang atau tombak. 
Pada tahun 1624 Rangga Gempol I mendapat perintah dari Sultan Mataram, Sultan Agung, untuk menaklukan daerah Sampang, Madura. Karena harus berangkat ke Madura, kekosongan pada pemerintahan Kabupaten Sumedang (dan tugas sebagai Bupati Wedana Priangan), diisi oleh adik tirinya, Rangga Gede. Dalam penugasan ini, Rangga Gempol I beserta pengikutnya berhasil menaklukan Sampang tanpa melalui peperangan, tetapi melalui jalan kekeluargaan. 
Karena Bupati Sampang masih berkerabat dengan Rangga Gempol dari garis keturunan ibunya Harisbaya. Atas keberhasilan ini Sultan Agung sangat berterimakasih kepada Rangga Gempol. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sultan Mataram meminta Rangga Gempol beserta pasukannya untuk menetap di Keraton Mataram. 
Mereka ditempatkan pada kawasan pemukiman di desa Bembem yang lebih sering disebut kampung Kasumedangan. Sampai dia wafat di Mataram pada tahun 1624 dan dimakamkan pada pemakaman Lempuyanganwangi, tak jauh dari Stasiun Kereta api Lempuyangan. Pada batu nisannya terpahat: “Pangeran Sumedang 1546”. (tahun caka) atau tahun 1624 Masehi.
Jika ada hal yang masih kurang sila tulis di kolom komentar yah.
Sumber: Buku Sumedang Heritage

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828